Oleh : Rani Imron Nuamid
"Aniii...kesini dulu!... Itu tadi papa liat kau dengan kawan-kawanmu bawa buku diikat-ikat, mau diapain?"tanya papa dengan penasaran. "Tadi bukunya kubawa ke pasar loak pa, mau dijual' jawabku tertunduk lesu. "Apa!?!?" tanya papa penuh heran."Kok bisa?" Ujarnya lagi seolah tak percaya.
**************
Dulu...29 tahun yang lalu, saat usiaku 11 tahun seperti biasanya bila kenaikan kelas, aku sibuk mempersiapkan buku-buku tulis baru yang mau mulai disampulin. Dengan rapi kulipat dan paskan setiap sampul yang ada untuk dipasang pada buku hingga terlihat cantik. Serta mengecek semua peralatannya termasuk pena, pensil, penggaris, peruncing tak lupa juga dengan wadahnya, tas dan kotak pensil yang sudah dibeli di pasar.
Kelas baru, semangat baru serta peralatan yang serba baru, makin tambah semangat ke sekolah.
Awal masuk kelas, tidak langsung belajar, ibu guru memperkenalkan diri dulu, lalu menjelaskan persiapan apa saja yang berkaitan dengan proses belajar dan mengajar selanjutnya. "Apa kabar anak-anak semua, bagaimana liburanya kemarin?" Tanya Bu guru. Serentak semuanya jawab:"Baik Buuuu....". Ada satu anak nyeletuk:"Saya gak liburan Bu, dirumahnya aja main sama adik." Ujarnya. Ada yang menjawab" saya ketempat nenek Bu". Sebagian anak yang lain menjawab " Samaaaaa"...
Ibu gurupun tersenyum sambil memegang spidol ditangan kanannya dan tangan satunya lagi sambil melebarkan jari jemarinya seolah ingin merespon dan menjelaskan jawaban teman-teman ku.
"Alhamdulillah!...Aktivitas apapun itu saat liburan kemarin semoga bermanfaat dan menyenangkan ya nak!"ujarnya.
Ibu guru melanjutkan. "Oh iya anak-anak besok kita pake buku pelajaran yang baru ya, jangan lupa untuk memberitahukan. Dengan orang tua dirumah sekalian dengan biayanya dilunasi sebelum akhir pembagian rapor". Seru ibu guru. Kebetulan waktu zamanku sekolah, buku pelajaran boleh dicicil hingga lunas dalam waktu yang ditentukan pihak sekolah. Aku menyimak omongan ibu guru hingga tak terasa waktu pun berjalan. Banyak sekali yang diobrolkan ibu guru disekolah, tetapi yang kusimpan dibenak tentang seruan ibu guru yang meminta pesannya terkait pembelian buku pelajaran baru agar disampaikan ke orang tuaku.
Teng,teng,teng...! Bunyi lonceng sekolahpun terdengar nyaring di telingaku, diiringi teriakan teman-teman teman disekolah "yea...pulang !" Ujar mereka dengan senang, tanda pertemuan usai. Kumasukkan semua peralatan kedalam tas, siap-siap membaca doa penutup pelajaran. Setelah bersalaman, aku pun berlari menuju pelataran teras sekolah, lalu keluar gerbang sekolah, selanjutnya terus berlari melewati gang, belokan dan jalan yang sempit, menerobos teriknya matahari hingga tiba dirumah.
Sesampainya di rumah,kuambil segelas air, kuteguk hingga terasa dingin dan cukup lega melewati kerongkonganku, melepas dahaga saat berlarian tadi. Seperti biasa, rumah sepi papa belum pulang dari aktivitas kesehariannya bekerja sebagai pegawai negeri sipil yang dulu tak terlalu banyak amanah, tapi beliau terkadang singgah entah kemana, sedangkan mama baru berangkat mengajar kebetulan jadwal beliau mengajar siang kemudian lanjut mencari tambahan sebagai guru ngaji dari rumah ke rumah hingga pulangnya pun selepas magrib. Begitupun adikku yang tidak begitu jauh umurnya denganku tidak ada dirumah karena sekolahnya siang.
Selepas istirahat kulihat tumpukan buku dimeja, aku ambil tali dan mulai merapikan buku-buku itu lalu mengikatnya dengan tali, meski ikatanku tak begitu kuat karena kutakpandai mengikat tali, tapi cukup membuat buku-buku itu bisa kubawa dengan kawan-kawan yang menjemputku saat sudah janjian disekolah, lalu bersama pergi ke pasar loak menjual buku-buku yang sudah tak terpakai untuk ditukar dengan sejumlah uang.
Ketika berangkat, berpapasan dengan papa yang baru pulang dari kerjanya. Beliau melirih sebentar, cuma tak menegur hanya melihat beberapa teman disekelilingku. "Pa aku keluar ya!" Ujarku pamit, tak ada jawaban dari papa, aku hanya mengira papa sudah biasa dengan aktivitasku bermain keluar- masuk rumah bersama kawan. Akupun tak begitu hirau terus berlalu.
Tiba dipasar, sambil melewati, kuperhatikan penjual buku loak satu persatu, seolah memilih lapak mana yang mau menerima buku bekasku, langkahku terhenti disalah satu penjual yang usianya nampak tua, tak tau mengapa, yang pasti bukuku akan dibelinya. "Apa nak?" Tegur bapak itu kepadaku hingga menghentikan keraguanku yang sedang bingung atau pun malu bagaimana caranya menawarkan buku yang sedang kubawa. " Ini pak mau jual buku kelas V". Jawabku. "Coba lihat". Sela bapaknya. Aku memberikan kepadanya. Bapak itupun sibuk melihat dan memilih buku-buku yang kubawa. "Yang ini gak ya nak", ujar bapak itu menunjuk salah satu buku. "Nah yang ini,ini,dan ini saja." timpal bapak itu." Ya pak." ujarku tak banyak kata. Bapak itupun menawarkan harga lalu membayarnya ketika kami telah sepakat.
Sekembalinya dari pasar. Papa kulihat ada diruang tengah, ketika aku mau masuk kamar, papa memanggilku "Aniii...kesini dulu!... Itu tadi papa liat kau dengan kawan-kawanmu bawa buku diikat-ikat, mau diapain?"tanya papa dengan penasaran. "Tadi bukunya kubawa ke pasar loak pa, mau dijual' jawabku tertunduk lesu. "Apa....?" tanya papa penuh heran."Kok bisa...?" Ujarnya lagi seolah tak percaya.
Papa terus mencecar berbagai pertanyaan, akupun menjawab singkat tertunduk, penuh rasa bersalah. Beliau menjelaskan bahwa buku itu jangan dijual, bisa digunakan untuk yang lain, atau untuk adikku nanti saat dia membutuhkan. Aku tak bisa lagi menjawab, hanya tertunduk lesu.
Memang kalo masaku dulu buku bisa dipakai turun temurun, meski kurikulumnya tak sekompleks sekarang, tapi jarang sekali ganti kurikulum, penerbitnya pun dari tahun ketahun sama. Hingga sedikit menghemat biaya dan sangat membantu para orang tua yang berpenghasilan minim disela orang tua yang dua-duanya pun bekerja terkadang tak begitu mencukupi kebutuhan karena gaji yang kecil.
Tak beda jauh dulu, sekarangpun semakin terasa gelap, kurikulum sekolah berubah-ubah disesuaikan kepentingan. Tak hayal buku-buku pelajaran tak lagi bisa dipakai turun temurun. Ditengah himpitan kebutuhan yang begitu mendesak, kebutuhan pokok yang terus merangkak, disusul kenaikan listrik, air, bahan bakar, kesehatan, pencabutan subsidi gas, biaya iuran sekolah, orang tua dituntut untuk selalu membeli buku baru setiap tahunnya. Buku bekas tahun kemarinpun tak laku lagi dipakai. Pasar loak yang biasa kudatangi untuk sekedar mencari buku yang murah pun tak terlihat lagi lapaknya, diganti dengan lapak baju-baju bekas dari luar.
Inilah kondisi negeriku sekarang. Teringat almarhum papaku dulu yang suka rebutan remote tv dengan anak-anaknya karena beliau mau nonton berita. Sesekali kalo lagi seru beliau juga suka mau lempar kursi plastik ke arah tv( meski hanya sekedar respon ekspresif tak beneran dilakukannya) karena kebijakan yang menipu dan mendzolimi rakyat, seolah tak terima dengan mereka yang tak amanah dan tak mengerti mengatur negeri dengan baik.
Ah papaku...beliau sudah paham bedanya hak dan batil meski tak sampai ke solusi. Semoga diriku ini bisa meneruskan apa yang menjadi cita-cita beliau, keadilan dimuka bumi. Akar masalah atas segala problematika umat yang menimpa dahulu hingga sekarang tak jauh dari sistem. Sistem yang diterapkan bukan dari sistem yang berasal dari pemilik bumi ini, Allah SWT, melainkan sistem buatan manusia. Sistem dibuat disesuaikan dengan kepentingan manusia bukan berlandaskan syariat. Kerusakan yang terjadi disebabkan karena manusia berpaling dari aturan Allah dan rosulNya.
Namun bagi orang-orang yang meyakini agamanya, ada harapan hakiki, dan harapan itu hanya ada pada sisi Allah dan rosulNya, janji Allah akan kemenangan Islam itu pasti. Hanya Islam agama yang Allah ridhoi untuk mengatur bumi ini dan islam solusi setiap masalah hidup manusia.
Sesuai bisyaroh rosul akan ada masa khilafah mengikuti metode kenabian yang didalamnya diterapkan syariat Islam secara Kaffah dalam setiap aspek kehidupan. Islam menerangi seluruh penjuru bumi. Insyaallah Allah...
Wallahu a'lam bisshowab
Sumber : https://web.facebook.com/nuraniprasetyawati.prasetyawati/posts/2222299194742518